Laporan Perjalanan Studi Ekskursi ke Museum Trowulan
Laporan Perjalanan Studi Ekskursi
Museum Trowulan
Mojokerto
Jum’at, 26 november 2010
Oleh :
Galuh Dyah Pitaloka Hayyu
Mauidiya Selene S.P
Elza Maulina Firdausya
M. Ulil Abshar
Khrisna Jawara
SDSN Ngaglik 1 Batu
Kelas IV A
Sejarah Singkat Museum Trowulan
Museum
Trowulan adalah museum arkeologi yang terletak di Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur, Indonesia.
Museum ini dibangun untuk menyimpan berbagai artefak dan temuan arkeologi yang
ditemukan di sekitar Trowulan. Tempat ini adalah salah satu lokasi bersejarah
terpenting di Indonesia yang berkaitan dengan sejarah kerajaan Majapahit
Kebanyakan
dari koleksi museum ini berasal dari masa kerajaan Majapahit, akan tetapi
koleksinya juga mencakup berbagai era sejarah di Jawa Timur, seperti masa
kerajaan Kahuripan, Kediri, dan Singhasari.
Museum ini terletak di tepi barat kolam Segaran. Museum Trowulan adalah museum
yang memiliki koleksi relik yang berasal dari masa Majapahit terlengkap di
Indonesia.
KERAJAAN Majapahit merupakan kerajaan besar
yang berdiri pada 12 November 1293. Kerajaan ini bertahan selama 2 abad, yakni
abad XIII-XV. Ibukotanya beberapa kali mengalami perpindahan, dan yang terakhir
di Trowulan.
Hal itulah yang menjadikan daerah ini kaya
akan peninggalan-peninggalan Kerajaan Majapahit, seperti beberapa candi yang
ada. Yaitu Candi Bajang Ratu, Kedaton, Tikus, Kolam Segaran dan lain-lain.
Selain itu, masih banyak peninggalan yang berupa pondasi rumah-komponen
bangunan lain. Juga artefak lain yang jumlahnya banyak.
Atas alasan inilah, Bupati Mojokerto
sebelum negara ini merdeka, yakni Bupati RAA Kromojoyo Adinegoro bekerja sama
dengan arkeolog Belanda lulusan Technische Hogesholl Delft (THD) pada 24 April
1924 mendirikan Oudheeidkundige Vereeneging Majapahit (OVM). Perkumpulan ini
bergerak dan bertujuan untuk mengadakan penelitian mengungkap Kota Majapahit. Kantor
OVM menempati sebuah gedung di Jl Raya Trowulan, yang juga menjadi tempat
tinggal Maclaine Pont dan keluarganya.
Perkumpulan ini ternyata cukup berhasil
menyibak keanekaragaman peninggalan Majapahit. Baik dari penggalian, survei
maupun penemuan masyarakat. Benda-benda ini dikumpulkan di kantor OVM. Karena
jumlahnya terus bertambah, maka pada tahun 1926 dibangunkanlah oleh bupati enam
bangunan lain untuk menampung jumlah peninggalan ini dengan banguan bergaya
arstitektur tradisional. Tempat ini kemudian dikenal masyarakat dengan nama
Museum Trowulan yang dibuka untuk umum.
Sayang, pergantian kekuasaan dari Belanda
ke Jepang, membuat kondisi juga berubah. Tragis memang. Maclaine Pont yang
selama ini cukup berjasa dalam mengangkat peninggalan Kerajaan Majapahit, ikut
ditawan jepang. Karena dia berkewarganegaan Belanda. Museum ini pun tutup.
Barulah pada tahun 1943 atas perintah Prof
Kayashima, pemimpin Kantor Urusan Barang Kuno di Jakarta, museum ini dibuka
kembali. Barang-barang milik maclaine Pont pribadi di lelang. Dan sayangnya,
sebagian koleksi museum ikut dilelang juga.
Perjalanan musem ini tidak tenang sampai di
sini. Musibah dahsyat terjadi pada tahun 1966. Angin puyuh memorakporandakan
Trowulan dan sekitarnya. Akibatnya, bangunan museum ini ambruk dan koleksinya
dikumpulkan di gedung bekas OVM.
Selain mengumpulkan barang-barang
peninggalan Majapahit, Museum Trowulan yang di bawah pengawasan Kantor Lembaga
Peninggalan Purbakala Nasional Cabang II di Mojokerto tidak hanya mengumpulkan
barang-barang asal Trowulan. Karena itu, kantor OVM pun tidak muat lagi.
Karena itu, akhirnya dibangunlah bangunan
berlantai dua di lapangan sangat luas yang oleh masyarakat dikenal dengan
dengan Lapangan Bubat dengan luas areal 57.255 m2. Di lokasi inilah Musem
Trowulan berdiri sampai sekarang. Jaraknya sekitar 2 kilometer dari lokasi
museum yang lama. Perpindahan ini terjadi pada tahun 1 Juli 1987.
Bangunan ini pada awalnya disebut dengan
nama Balai Penyelamatan Benda Kuno. Kemudian diganti lagi dengan nama Balai
Penyelamatan Arca. Koleksi di museum ini kian bertambah. Karena pada tahun 1999
ada penambahan koleksi dari Gedung Arca Mojokerto (sebelah timur kantor pemkab
sekarang) yang di-ruislag gedungnya oleh Pemkab Mojokerto. Nah, per 1 Januari
tahun ini, akhirnya Museum Trowulan ditetapkan sebagai Pusat Informasi
Majapahit.
Ke depan, Pusat Informasi Majapahit ini
akan lebih difungsikan sebagai wahana rekreasi, sekaligus media pembelajaran
budaya bagi masyarakat. Khususnya bagi para generasi muda yang diharapkan mampu
memberikan pencerahan dan kesan mendalam tentang Kerajaan Majapahit.
Koleksi
Kini museum
tidak hanya menyimpan dan memamerkan peninggalan arkeologi dari masa Majapahit,
tetapi juga menampilkan berbagai temuan arkeologi yang ditemukan di seluruh
Jawa Timur. Mulai dari era raja Airlangga, Kediri, hingga era Singhasari dan Majapahit.
Berdasarkan
bentuk dan bahannya, koleksi tersebut dapat diklasifikasikan menjadi :
1.
Bermacam-macam relief dan arca yg terbuat
dari terakota (tanah liat yang dibakar), batu putih dan batu andesit
2.
Alat-alat produksi atau kerajinan, seperti
cetakan, pipisan, alat perikanan dan lain-lain
3.
Alat-alat rumah tangga, seperti alat dapur,
perlengkapan berhias, perlengkapan rumah yang terbuat dari terakota, perunggu,
besi, perak dan emas
4.
Alat-alat upacara
5.
Senjata
6.
Inskripsi (prasasti dan angka tahun)
7.
Numismatik (mata uang)
8.
Keramik dan lain-lain.
Dari sekian
banyak koleksi di atas yang paling dominan adalah artefak yang terbuat dari
terakota (tanah liat yang dibakar). Dari bentuknya terakota Trowulan dapat
diklasifikasikan menjadi 2 jenis :
9.
Berbentuk wadah, terdiri dari pasu, periuk,
tempayan, buyung, dandang, jambangan, kowi, cowek, mangkuk, piring, kendi,
kendil, buli-bili, poci, wajan dan wadah persegi.
10.
Bukan bentuk wadah seperti tungku, jobong,
clupak, miniatur bangunan, saluran air, bubungan, genting, kemuncak, bandul
jala, gunungan, arca, mainan, hiasan dan lain-lain.
Diantara
koleksi museum ini terdapat salah satu koleksi terkenal, yakni arca raja Airlangga yang digambarkan sebagai dewa Wishnu tengah mengendaraiGaruda, dari Candi
Belahan. Sebuah arca bersayap yang dianggap sebagai perwujudan raja Blambangan
legendaris, Menak Jinggo. Bagian dari bangunan candi yang ditemukan dari situs
di Ampelgading, Malang. Sebuah patung yang menggambarkan kisah Samodramanthana,
atau "Pengadukan Lautan Susu" yang terukir sangat indah.
AMERTAMENTHANA
Asal :
Ds. Tamansatrian, Kec. Ampelgading Kab. Malang
Bahan :
Batu putih
Ukuran :
Tg = 250cm Lb = 52cm Tb = 75cm
Periode :
Majapahit
Ditemukan : 1969
Uraian singkat
Miniatur candi ini menggambarkan relief Amertamenthana
atau Samodramanthana yaitu cerita Hindu mengenai pencarian air kehidupan
(Amerta) yang diambil dari mitos Mahabharata Parwa I yang merupakan salah satu
kisah dalam Adiparwa. Dalam miniatur candi ini, kisah tersebut dipahatkan pada
salah satu candi menara yang biasanya terletak ditengah-tengah petirtaan dan
dikelilingi oleh air.
Amerta adalah minuman para dewa, lambang keabadian,
karena siapapun yang meminumnya kan luput dari kematian dan menghidupkan yang
mati. Amerta diperoleh dengan cara mengaduk lautan. Alat pengaduknya adalah
gunung Mandara, alasnya kura-kura jelmaan Dewa Wisnu dan Dewa Basuki menjelma
menjadi ular besar yang melilit gunung itu, ekornya dipegang oleh para dea dan
kepalanya oleh para daitnya. Berganti-ganti para dewa dan daitnya menarik ekor
dan kepala ular sehingga berputarlah gunung Mandara tersebut. Kemudian dari
daala laut keluarlah berturut-turut : Sura dewi anggur penggembira kayangan,
Laksmi dewi kebahagiaan, Ucaisrayakuda sembrani putih, Kaustubha permata yang
berkilau, Parijata pohonkekayaan dan terakhir Dhanwantari tabib kayangan
membawa kendi yang berisi amerta. Sedang gunung Mandara sering disamakan dengan
gunung Mahameru tempat bersemayamnya para dewa bahkan dianggap sebagai lambang
dunia.
ARCA WISNU NAIK GARUDA
Asal : Candi Belahan Ds. Wanasonya Kec.
Gempol Kab. Pasuruan
Bahan :
Batu andesit
Ukuran :
Tg = 170cm Lb = 53cm Tb = 30cm
Peride :
Kediri
Uraian singkat
Arca wisnu ini merupakan perwujudan Raja Airlangga
sebagai Wisnu yang mengendarai garuda. Diwujudkan sebagai Wisnu si penyelamat
dan pemelihara dunia, mengendarai burung garuda yang digambarkan anthropomorpic
karena semasa hidupnya Airlangga berusaha meningkatkan kemakmuran kerajaan dan
kesejahteraan rakyatnya yang porak poranda sebagi akibat serangan raja Worawari
pada mas pemerintahan Dharmawangsa Tguh.
Airlangga wafat tahun 1049 dimakamkan di Tirtha (Belahan)
yaitu sebuah kompleks percandian dan petirtaan yang terletak di lereng gunung
Penanggungan. Airlangga diwujudkan sebagi Wisnu, diapit oleh kedua saktinya
yaitu Laksmi dan Cri (dewi kesuburan)
Peninggalan
Purbakala Masa Majapahit di Trowulan
1.
GAPURA BAJANG RATU
Lokasi : Dukuh Kraton, Desa
Temon, Kec. Trowulan
2. CANDI TIKUS
Lokasi : Dukuh Dinuk, Desa
Temon Kec. Trowulan, 500m dari Gapura Bajang Ratu
Ditemukan tahun 1914 oleh bupati Mojokerto
saat itu R.A.A. Kromojoyo Adinegoro
Dinamakan Candi Tikus, berawal dari hama
tikus yang menyerang desa Temon dan sekitarnya. Setiap pengejaran selalu
berakhir di sebuah gundukan yang waktu itu masih berupa tanah pemakaman.
Setelah digali ternyata terdapat sebuah bangunan petirtaan yang berdiri jauh
lebih rendah dari permukaan tanah sekitar + 3,5m. Denah bangunan
berbentuk bujur sangkar ukuran 22,5m x 22,5m dan tinggi seluruhny 5,2m.
3. KOLAM SEGARAN
Lokasi : Dukuh Trowulan, depan museum
Ditemukan pertama kali oleh Ir.Maclain Pont
tahun1926
Fungsi dari kolam itu menurut berita dari
China digunakan sebagi tempat rekreasi dan menjamu tamu dari luar negeri.
Luasnya 6,5 hektar dibatasi dinding dengan panjang 375m lebar 175m, tebal
1,60m tinggi 2,88m dan merupakan
satu-satunya kolam kuno terbesar yang ditemukan di Indonesia. Konon menurut
cerita, perjamuan yang diadakan raja Majapahit menggunakan peralatan makan dari
emas dan perak, setelah selesai semua peralatan tersebut dibuang ke dalam
telaga sebagai pemberitahuan bagi tamu dari luar negeri bahwa Majapahit adalah
negara yang besar dan kaya. Ada kalanya kolan ini juga dipakai sebagai tempat
latihan bagi para prajurit Majapahit.
4. CANDI BRAHU
Lokasi : Dukuh Jambu Mente Desa Bajijong Kec.
Trowulan dari museum sekitar 1,8 km.
Terbuat dari bahan bata menghadap ke barat,
denah berbentuk bujur sangkar denagn ukuran 18m x 22,50m tinggi yang tersisa
20m.
Termasuk candi agama Budha dan diperkirakan
didirikan abad 15 Masehi lebih tua daripada candi lain disekitar Trowulan.
Menurut cerita penduduk setempat candi ini berfungsi sebagi tempat pembakaran
raja-raja Brawijaya.
Referensi :
Mengenal Peninggalan
MAJAPAHIT DI DAERAH TROWULAN, Drs. I.G.Bagus L. Arnawa Penerbit : Koperasi
Pegawai Republik Indonesia Trowulan Indonesia
0 Response to "Laporan Perjalanan Studi Ekskursi ke Museum Trowulan"
Post a Comment